
1. Sugali
2. Rindu Tebal
3. Siang Seberang Istana
4. Serdadu
5. Nak
6. Berkacalah Jakarta
7. Maaf Cintaku
8. Tolong Dengar Tuhan
9. Azan Subuh Masih Di Telinga
Sugali
Sua...sua...suara berita
Tertulis dalam koran
Tentang seorang lelaki
Yang sering keluar masuk bui
Jadi buronan polisi
Dar...der...dor
Suara senapan
Sugali anggap petasan
Tiada rasa ketakutan
Punya ilmu kebal senapan
Semakin lupa daratan
Lihat Sugali menari di lokasi WTS kelas teri
Asyik lembur sampai pagi
Usai garong hambur uang peduli setan
Dig....did.....dug
Dig....did.....dug
Dig....did.....dug
Dig....did.....dug
Ramai gunjing tentang dirimu
Yang tak juga hinggap rasa jemu
Suram hari depanmu
Rasa was-was mata beringas
Menunggu datang peluru yang panas
Di waktu hari yang naas
Oo...bisik jangkrik di tengah malam
Tenggelam dalam dalam suara letusan
Kata berita dimana-mana tentang Sugali
Tak tenang lagi dan lari sembunyi
Terbirit-birit
Lihat Sugali menari di lokasi WTS kelas teri
Asyik joget samapi lecet
Genit gitik cewek binal paling busyet
Rindu Tebal
Sewindu sudah lamanya waktu
Tinggalkan tanah kelahiranku
Rinduku tebal kasih yang kekal
Detik ke detik bertambah tebal
Pagi yang kutelusuri riuh tak bernyanyi
Malam yang aku jalani sepi tak berarti
Saat kereta mulai berjalan
Rinduku tebal tak tertahankan
Terlintas jelas dalam benakku
Makian bapak usirku kupergi
Hanya menangis yang emak bisa
Dengan terpaksa kutinggalkan desa
Seekor kambing kucuri
Milik tetangga tuk makan sekeluarga
Bapak tak mau mengerti
Hilang satu anak tuk harga diri
Aku pergi meninggalkan coreng hitam dimuka bapak
Yang membuat malu keluargaku
Ku ingin kembali mungkinkah mereka mau terima
Rinduku
Maafkan semua kesalahanku
Kursi kereta yang pasti tahu
Siang Seberang Istana
Seorang anak kecil bertubuh dekil
Tertidur berbantal sebelah lengan
Berselimut debu jalanan
Rindang pohon jalan menunggu rela
Kawan setia sehabis bekerja
Siang di seberang sebuah istana
Siang di seberang istana sang raja
Kotak semir mungil dan sama dekil
Benteng rapuh dari lapar memanggil
Gardu dan mata para penjaga
Saksi nyata....... Yang sudah terbiasa
Tamu negara tampak terpesona
Mengelus dada gelengkan kepala
Saksikan perbedaaan yang ada
Sombong melangkah istana yang megah
Seakan meludah di atas tubuh yang resah
Ribuan jerit di depan hidungmu
Namun yang ku tau.... Tak terasa terganggu
Gema azan ashar sentuh telinga
Buyarkan mimpi si kecil siang tadi
Dia berjalan malas melangkahkan kaki
Di raihnya mimpi di genggam tak di letakkan...
Lagi...
Serdadu
Isi kepala di balik topi baja
Semau serdadu pasti tak jauh berbeda
Tak peduli perwira, bintara, atau tamtama
Tetap tentara
Kata berita gagah pekasa
Apalagi sedang kokang senjata
Persetan siapa saja musuhnya
Perintah datang karang pun dihantam
Serdadu seperti peluru
Tekan picu melesat tak ragu
Serdadu seperti belati
Tak dirawat tumpul dan berkarat
Umpan bergizi, titah bapak menteri
Apakah sudah terbukti
Bila saja masih ada
Buruknya kabar burung
Tentang jatah prajurit yang dikentit
Lantang suaramu otot kawat tulang besi
Susu, telur, kacang ijo, extra gizi
Runtuh dan tegaknya keadilan negeri ini
Serdadu harus tau pasti
Serdadu baktimu kami tunggu
Tolong kantongi tampang serammu
Serdadu rabalah dada kami
Gunakan hati jangan pakai belati
Serdadu jangan mau disuap
Tanah ini jelas meratap
Serdadu jangan lemah syahwat
Ibu pertiwi tak sudi melihat
Nak
Jauh jalan yang harus kau tempuh
Mungkin samar bahkan mungkin gelap
Tajam kerikil setiap saat menunggu
Engkau lewat dengan kaki yang tak bersepatu
Duduk sini Nak dekat pada bapak
Jangan kau ganggu ibumu
Turunlah lekas dari pangkuannya
Engkau lelaki kelak sendiri
Verse 2
Nak dengarlah bicara bapakmu
Yang kenyang akan hidup terang dan redup
Letakkan dahulu mainan itu
Duduk dekat bapak sabar mendengar
Kau anak harapanku yang lahir di jaman gersang
Segala sesuatu hanya ada karena uang
Ya … ya … ya … ya …
Kau anak dambaanku yang besar di kancah perang
Kau harus kuat yakin pasti menang
Sekolah biasa saja jangan pintar-pintar percuma
Latihlah bibirmu agar pandai berkicau
Sebab mereka sangat perlu kicau yang merdu
Sekolah buatmu hanya perlu untuk titel
Pedulu titel didapat atau titel mu’jizat
Ya … ya … ya … ya …
Sekolah buatmu hanya perlu untuk gengsi
Agar mudah bergaul tentu banyak relasi
Jadi penjilat yang paling tepat
Karirmu cepat uang tentu dapat
Jadilah Dorna jangan jadi Bima
Sebab seorang Dorna punya lidah sejuta
O . . . . o . . . . o . . . . . o . . . .
Hidup sudah susah jangan dibikin susah
Cari saja senang walau banyak hutang
Munafik sedikit jangan terlalu jujur
Sebab orang jujur hanya ada di komik
Pilihlah jalan yang mulus tak banyak batu
Sebab batu-batu bikin jalanmu terhambat
Ya … ya … ya … ya …
Pilihlah jalan yang bagus tak ada paku
Sebab paku itu sakit apalagi yang berkarat
Jadilah kancil jangan buaya
Sebab seekor kancil sadar akan bahaya
Jadilah bandit berkedok jagoan
Agar semua sangka engkau seorang pahlawan
Jadilah bunglon jangan sapi
Sebab seekor bunglon pandai baca situasi
Jadilah karet jangan besi
Sebab yang namanya karet tahan kondisi
Anakku aku nyanyikan lagu
Waktu ayah tak tahan lagi menahan murka
Berkacalah Jakarta
Langkahmu cepat seperti terburu
Berlomba dengan waktu
Apa yang kau cari belumkah kau dapati
Diangkuh gedung gedung tinggi
Riuh pesta pora sahabat sejati
Yang hampir selalu saja ada
Isyaratkan enyahlah pribadi
Lari kota Jakarta lupa kaki yang luka
Mengejek langkah kura kura
Ingin sesuatu tak ingat bebanmu
Atau itu ulahmu kota
Ramaikan mimpi indah penghuni
Jangan kau paksakan untuk berlari
Angkuhmu tak peduli
Luka di kaki
Jangan kau paksakan untuk tetap terus berlari
Bila luka di kaki belum terobati
Berkacalah Jakarta
Lari kota Jakarta lupa kaki yang luka
Mengejek langkah kura kura
Ingin sesuatu tak ingat bebanmu
Atau itu ulahmu kota
Ramaikan mimpi indah penghuni
Jangan kau paksakan untuk berlari
Angkuhmu tak peduli
Luka di kaki
Jangan kau paksakan untuk tetap terus berlari
Bila luka di kaki belum terobati
Berkacalah Jakarta
Maaf Cintaku
Ingin kuludahi mukamu yang cantik
Agar kau mengerti bahwa kau memang cantik
Ingin kucongkel keluar indah matamu
Agar engkau tahu memang indah matamu
Harus kuakui bahwa aku pengecut
Untuk menciummu juga merabamu
Namun aku tak takut untuk ucapkan
Segudang kata cinta padamu
Mengertilah
Perempuanku
Jalan masih teramat jauh
Mustahil berlabuh
Bila dayung tak terkayuh
Maaf cintaku
Aku menggurui kamu
Mengertilah
Perempuanku
Jalan masih teramat jauh
Mustahil berlabuh
Bila dayung tak terkayuh
Maaf cintaku
Aku nasehati kamu
Maaf cintaku
Aku menggurui kamu
Maaf cintaku
Aku nasehati kamu
Maaf cintaku
Aku menggurui kamu
Tolong Dengar Tuhan
Oh Tuhan
Apakah kau dengar?
Jerit umatmu
Diselah tebalnya debu
Oh Tuhan
Adakah kau murung?
Melihat beribu wajah berkabung
Disisa gelegar Galunggung
Oh Tuhan
Tamatkan saja
Cerita pembantaian orang desa
Yang jelas hidup tak manja
Oh Tuhan
Katanya engkau maha bijaksana
Tolong Galunggung pindahkan ke kota
Dimana tempat segala macam dosa
Berat beban kau datangkan
Pada mereka disana
Cela apa nista apa
Hingga engkau begitu murka
Sungguh ku tak mengerti
Hingar tangis karena adabmu
Setiap detik duka berpadu
Semakin keras jerit tak puas
Dari mereka yang resah bertanya
Adilkah keputusanmu?
Acap kali rintih memaki
Setiap duka tuding Ilahi
Jangan salahkan kecewa kami
Bosan dalam irama takdirmu
Walau ku tak terganggu
Bukankah kau maha tahu
Pengasih penyayang
Namun mengapa selalu saja
Itu hanya cerita
Oh Tuhan
Tolong hentikan
Oh Tuhan
Dengar rintihan
Amuk lahar yang datang hanguskan bumi
Tinggalkan arang penghuni desa pergi
Gemuruh batu hancurkan saudaraku
Ulurkan tangan bantulah sesamamu
Tuhan
Salah apakah mereka?
Azan Subuh Masih Di Telinga
Ketika fajar menjelang
Terlihat dia melangkah enggan
Seirama dengan dendang subuh
Yang singgah di hati keruh
Sempit jalan berdesak bangunan
Memandang sinis mendakwa bengis
Perempuan satu dan hitamnya waktu
Dihapusnya gincu dengan ujung baju
Dibuangnya dengus birahi sejuta tamu
Hari pagi menyambut kau kembali
Mengusap nadi mengelus hati
Sesal di hatimu kian mengganggu
Kau reguk habis semua doa doa
Dari surau depan rumah yang kau sewa
Tak terasa surya duduk di kepala
Azan subuh masih di telinga
Terdengar renyah tawa gadis sekolah
Menyibak tabir cerita lama
Didepan retaknya cermin yang telah usang
Menari dia seperti dahulu
Terdengar pelan ketuk pintu
Tegur anakmu buyarkan lamunan
Perempuan satu kian terbelenggu
Dihapusnya gincu dengan ujung baju
Dibuangnya dengus birahi sejuta tamu
Comments
Posting Komentar